Thursday, March 24, 2011

Curcol

Lah sebenarnya saya mau cerita postingan yang rada urut setelah Johanne lahir (tadinya mau cerita ttg ASI duluan). Tapi, barusan saja saya mengalami suatu keadaan sehingga rasanya pengen bangeet cerita disini selagi masih hangat.

Yang namanya ibu-ibu setelah punya anak, pasti jadi lebih “sensitif” ttg semua hal yang ada kaitannya dengan anaknya, iya kan? Normal dan wajar. Nah, saya juga sama. Topik disini yang mau saya bahas itu masalah: membanding-bandingkan anak yang satu dengan yang lain.
Pasti langsung terbersit, “loh hal menbanding-bandingkan itu ya ga baik dong”. Betul sekali, tepat. Gampang kan ya alias sepele aturannya. Nah, itu yang kejadian yang baru aja saya alami.

Well, semenjak Johanne lahir dan ketika berkumpul bersama dengan ibu-ibu lain yang punya baby sepantaran usia Johanne (di Norway kami punya grup baby) maka saya mulai belajar bagaimana para mama-mama ini yang namanya memuja-muji membanggakan anaknya mulai dari yang: pinter minum ASI, udah mulai pinter makan, udah bisa tepuk tangan padahal baru umur 4 bulan, udah mulai ngomong, udah mulai belajar berdiri padahal masih belum genap 7 bulan, ukuran badan yang besar-gendut-chubby, bla, bla, bla, bla.

Ini wajar sebagai orang tua apalagi rata-rata kami baru saja punya anak pertama, belum ada pengalaman punya baby dan perkembangan bayi bagus tentu patut dibanggakan. Ini ga masalah, justru bagus malah karena kita jadi bisa mendorong anak untuk bisa makin tumbuh kembang. Cumaaaaaan, yang jadi masalah buat saya (buat saya loh ya, mungkin ga masalah buat orang lain) adalah ketika seorang mama mulai MEMBANDINGKAN anaknya dengan anak orang lain sampai orang lain merasa kurang nyaman bahkan sampai ga enak hati. Dan itu yang terjadi sama saya.

Ini beberapa contoh perbandingan yang saya udah terima dan membuat saya kurang merasa nyaman:
*Johanne udah bisa tepuk tangan kaya baby X belum yah? Oooh belum bisa?? Loh padahal mereka seumuran yaa?
*Johanne ukuran bajunya berapa sih? Keliatannya kecil amat? Si baby X udah ukuran 86 loh kok Johanne masih 74 melulu??
*Dulu pas waktu Johanne umur 5 bulan kok kayanya badannya kecil yah? Padahal si baby X sekarang ini udah 5 bulan dia udah besar dan berat lagi.
*Johanne baru maem makanan padat umur 6 bulan?? Waah kalo baby X udah mulai bisa maem umur 4 bulan looh.
*Johanne udah bisa jalan kaya baby X belum? Loh belum bisa?? Loh padahal baby X ini kan lebih muda 1 bulan yaah??
*Gigi Johanne udah tumbuh berapa?? Ooh laah, masih tumbuh yang bawah doang? Kalo baby X udah tumbuh 4 di atas, udah 4 di bawah sekarang ini looh.
*Dsb

Komentar yang saya terima kebanyakan dari para mama bule, sebisa mungkin saya tangkas dengan jawaban yang sopan tanpa harus menyakiti mereka, tapi kalo tetep aja di-smash balik ya kadang saya aga keras juga komentarnya, wajar kan kalo kita juga perlu “membela” anak kita sendiri. Awalnya saya jelas sedih (ya adalah nangis bombay), saya curhat sama suami. Kami udah bahas masalah ini dan kami pun sudah tau solusinya menghadapi komentar seperti ini. Yang terpenting bagi kami adalah: Johanne perkembangannya baik, kurva perkembangan dia normal dan dia sehat, ceria dan lincah.

Tapiii yang barusan terjadi adalah, baru saja saya terima komentar perbandingan ini (membandingkan Johanne dengan anak teman saya sendiri) dalam bahasa Indonesia, dalam bahasa saya sendiri, dari salah seorang teman yang saya kenal baik. Komentar dalam bahasa tentu rasanya lebih dalam, lebih mengena, lebih kerasa dibanding komentar dalam bahasa laen. Maka saya pun kecewa dan sesak. Saya tau, saya harusnya bisa lebih tegar lagi wong ya masalah ini sudah pernah saya lalui kok dan saya tau gimana fight back-nya. Cumaaan, seperti yang saya bilang, rasa kecewa ini terasa karena kami berteman baik, kenal baik.

Perlu waktu sedikit lama buat saya untuk menanggapi komentar yang diberikan, ada sedikit “perang batin” dalam diri saya apakah saya akan turuti emosi saya tapi efeknya komentar ini akan pedas dan mungkin malah bisa merusak pertemanan atau saya komentar sopan namun ada misi yang bisa ditangkap oleh teman saya itu bahwa ada nada protes di dalamnya? Akhirnya saya putuskan untuk memberikan komentar yang sopan dan mengena. Well, itu pun kalo dianya kerasa loh ya, tapi kalo engga kerasa ya paling tidak saya merasa nyaman karena saya tidak perlu memberikan komentar dengan emosi.

Disini saya belajar, bahwa pengalaman seperti ini adalah pembelajaran buat saya untuk makin lebih dewasa dan bijaksana dalam menyikapi komentar yang diberikan oleh orang lain terlebih atas anak kita. Tidaklah perlu membanding-bandingkan anak yang satu dengan yang lain karena setiap anak adalah unik. Mereka pribadi yang berlainan, mereka punya kelebihan dan kekurangan mereka sendiri sama seperti kita orang dewasa...tidak ada yang sempurna.

Labels: ,

--------------------oOo--------------------

Monday, March 21, 2011

Masa Awal

Ketika bayi lahir, otomatis si ayah mendapatkan cuti selama 2 minggu dari kantor (horaay!). Jadi puji Tuhan, sejak Johanne lahir suami bisa menemani saya terus selama 2 minggu itu. Pulang dari rumah sakit, si Johanne yang berumur 4 hari sudah duduk di kursi bayi di dalam mobil dalam perjalanan pulang dari rumah sakit ke rumah kami. Selasa siang, 20 April 2010 kami bertiga pulang kembali ke rumah. Kalo di Indonesia waah bakalan udah beres ya di rumah diurus ortu kek, sodara kek, pembantu kek tapi di sini kami pulang ya rumah kosong. Kami awali hidup keluarga baru kami

Perjuangan pertama adalah menyusui. Stok ASI saya cukup banyak, puji Tuhan bahkan berlimpah. Tapi seperti yang saya bilang di cerita sebelumnya, karena si Johanne terkena penyakit kuning dia bawaannya “malas” nyusu maunya bobo terus. Jadi kami cukup berjuang dengan “membangunkan” dia buat minum susu. Trus saya nyetok ASI dengan memeras, la soalnya kalo engga diperas ini stok susu membludak, merembes begitu .

Ritme hidup jadi berubah total di masa awal punya bayi, selain rasa senang, bahagia dan bangga luar biasa tapi juga penyesuaian dengan istirahat, mengurus rumah dan juga makan. Kalo saya dan suami capek, ya sudah kami ga ngoyo jadi kami beli makanan jadi saja. 2 minggu sangat membantu saya pribadi dengan full dampingan dari suami. Tapi pas waktu cuti hampir habis, wah terus terang saya grogi dan mrepet juga ditinggal kerja suami

Dan, jadilah hari Senin suami kerja eeeh siangnya saya telpon karena saya tiba2 lemes dan sakiiiit peruuut kaya kontraksi gitu, jadi dia pulang dan antar saya ke dokter tentu Johanne dibawa juga payah. Jadi hari itu suami ga kerja di kantor tapi dari rumah karena sayanya sakit.

Begitulah masa awal, penuh dengan tantangan karena ini pertama kali jadi orang tua baru, semuanya serba baru, dari mandiin dan ngebersihin, dari mainan, dari nggendong, dari nyusuin yang awalnya susyah cari posisi yang enak buat saya dan Johanne, semuanya deh. Kami belajar bersama bahkan sampai sekarang juga masih banyak belajar.

Oh ya beberapa hari setelah kami pulang dari rumah sakit, kami mendapat kunjungan dari suster perawat dari posyandu tempat si Johanne terdaftar. Sistem di Norway memang begitu, jadi kunjungan pertama si suster datang ke rumah para ortu yang baru melahirkan bayi. Kami membicarakan masalah2 umum bayi bulan pertama, beliau menjelaskan gimana nanti sistem kontrol, imunisasi, dll.

Bulan demi bulan berganti, semangat makin menjadi ketika memasuki bulan Juni karena bapak ibu rawuh ke Norway menjenguk kami. Sekalian bertepatan dengan rencana kami membaptis Johanne di gereja katolik St. Olav Trondheim. Waaaah sueneeng bangeeet looh ada bapak dan ibu, wah wah wah terbantu sekali mengurus Johanne dari bulan Juni sd Juli itu. Apalagi pas bulan Juli, mas Didit, kakak saya kebetulan dikursuskan di Jerman. Jadi dia sempet mampir juga ke Norway buat nengok Johanne hehehe, jadi kumpul keluarga jadinya, puji Tuhan.

Berhubung Eyang sudah jauh-jauh datang ke Trondheim, maka kami ajakin jalan-jalan dikit di Norway. Awalnya mau jalan ke luar Norway, tapi masih aga ragu dengan kondisi Johanne yang masih berumur 2 bulan hehehehe. Jadilah Eyang diajakin aja keliling ke Oslo dan Bergen. Itu saja doanya udaaah kenceeeng buat Johanne supaya ga sakit selama perjalanan karena itu pertama kalinya dia kami ajak jalan-jalan naek pesawat, naek kereta, naek bus, naek kapal laut walah komplet deh moda transportasi buat Johanne. Ternyata waah sangat menyenangkan, berhubung Johanne masih ASI jadi ga repot-repot urusan makanan Johanne, dia lapar beres ada Mamma.

Labels: , ,

--------------------oOo--------------------

Sunday, March 20, 2011

Cerita Melahirkan

Jiaaaah, maap ini sebetulnya saya maluuu mau update blog ini lagi yang sudah kehilangan napasnya alias megap-megap ga diurus saya..hiks Tapi kalo dipikir-pikir buanyaak cerita yang mau saya tulis tentunya ttg hal-hal yang sudah saya dan keluarga alami. Jadi ga pa-pa deh saya coba hidupkan lagi yaa blog ini.

Ok, secara kemaren-kemaren udah nulis panjang lebaaar mengenai cerita kehamilan, persiapan bahkan segala macamnya. So, mari saya ceritakan tentang cerita kelahiran baby kami.
Di postingan sebelumnya, saya singgung dikit bahwa saya ikutan suami yang tugas ke Dublin, nah itu rupanya minggu terakhir bumil boleh bepergian naek pesawat (hehehe emang kondisi masih fit dan yang penting malas dan cranky ditinggal suami lagi jadi kudu ikutan). Di Norway, ibu hamil telah boleh mendapatkan cuti persiapan melahirkan 2 minggu sebelum hari terminnya. Jadi saya masih ingat saat itu saya sudah mulai cuti semenjak Paska 2010 awal bulan April 2010.

Sabtu, 10 April 2010 saya dan suami masih menerima pesta perayaan Paska di rumah kami untuk grup Bible Study Trondheim. Dari beberapa cerita, biasanya kalo anak pertama biasanya mundur dari termin jadi saya aga santai juga.

Rabu, 14 April 2010 ketika saya ke toilet lah kok sudah ada bercak-bercak darah, langsung saya telpon suami untuk pulang ke rumah. Kemudian kami ke RS. St. Olav. Disana diperiksa bidan, katanya ga masalah, normal dan sehat-sehat aja. Jadi disuruh pulang ke rumah.

Kamis, 15 April 2010 siang hari kontraksi makin lama makin sering, wah saya telpon lagi suami yang di kantor sehingga kami kembali lagi ke rumah sakit. Diperiksa lagi katanya ya wajar, mungkin sudah dekat waktunya jadi suruh siaga dan siap-siap tapi mohon pulang lagi...lah. Sampe ke rumah, saya aga lemes karena kontraksi yang makin jaraknya dekat-dekat, suami yang ikut ngitungi frekuensi kontraksi jadi stay aja di rumah sisa hari itu. Malam hari, ketika kami sudah bersiap untuk istirahat, kira-kira pukul 23.30, di kamar tidur kami saya denger bunyi..pluk (kaya orang mecah telur gitu) trus langsung deh air ketuban pecah dan merembes keluar . Saya kasih tau suami dan kami segera menuju ke rs. Dalam perjalanan, saya sms ortu di Semarang kasih kabar, rasanya saat itu pengeeen banget ada ortu yang juga ikutan nemenin secara fisik tapi ya gimana lagi wong jaoh jaraknya.

Jumat, 16 April 2010 pukul 00.00an, saya masuk ke kamar di bagian bersalin. Di Norway, kamar bersalin untuk bumill ya dipakai sendiri alias 1 bumil 1 kamar yang udah lengkap dari kamar mandi ada bath tub buat waterbirthing, peralatan komplet, tv, radio, dll. Ketika diperiksa bidan, saat itu baru pembukaan 1, dia bilang kalo pembukaan lambat nanti pulang saja yah...weeee, la kok pulang piye??? Saya males dong balik rumah lagi, jadi ketika bidan keluar untuk memeriksa bumil di kamar sebelah, saya dan suami berdoa supaya dilancarkan pembukaannya dan ga usah pulang. Selang 1 jam bidan kontrol saya lagi, eeeh udah bukaan 5 kalo ga salah jadi ya udah ga disuruh pulang yes. Habis itu ya sudah kami berdua di kamar diminta istirahat, saya praktekan Hypnobirthing untuk relax selama kontraksi datang, dan hasilnya ketika kontraksi hilang saya dan suami bobo. Beberapa kali bidan datang tanya apa saya perlu alat bantu persiapan kelahiran (akupuntur, epidural, gas penenang ) saya bilang engga perlu. Bidan bilang la trus perlunya apa? Saya bilang aku cuman pengen dipijat suamiku...hehehehe karena memang tiap kontraksi datang, paha kanan rasanya kuenceeeng bangeet tapi kalo kontraksi hilang ya ga kenceng. Kata bidang, saya termasuk bumil yang pendiam karena kagak teriak-teriak kesakitan ketika kontraksi datang seperti tetangga sebelah yang aduhai segala macam perbendaharaan kata bisa terdengar sayup-sayup dari tempat saya.

Singkat kata singkat cerita, pembukaan kian lancar dan kontraksi kian hebat tapi saya berkali-kali terapkan Hypnobirthing versi membuka benang. Puncaknya ketika mendekati pukul 6 pagi, saat pergantian bidan shift pagi kami musti tunggu bidan lama menjelaskan ke bidan baru huehehe. Saya bersyukur soalnya bidan shift malam batuk-batuk mulu, la ini bidan yang bertugas pagi kan fresh, cantik lagi orangnya. Naaah, dimulai dari sekitar pukul 7an perjuangan mem-push baby dimulai. Saya yang tadinya ngomong pake bahasa norsk jadi belepotan males maka saya bilang pake bahasa inggris aja yaaa. Push, push, push si bidan kasih instruksi sedangkan suami memegang erat tangan saya di sebelah kanan tempat tidur kasih semangat juga. Bidan yang luar biasa memompa semangat dengan kata-kata pujian terus menyamankan suasana. Tepat pukul 07.45, puji Tuhan bayi perempuan, anak kami yang pertama lahir . Suamilah yang memotong tali pusar antara saya dan bayi. Kemudian perawat mengurus si bayi ditemani suami, saya masih berjuang mengeluarkan ari-ari, push sekali lagi.

Setelah bayi dibersihkan singkat dan diberi pakaian, putri kami diserahkan ke saya, tidur di dada saya untuk pertama kali, ooh luar biasa, skin to skin contact! Saya sama suami menangis terharu. Bidan dan perawat bilang silahkan nikmati saat-saat kalian bersama sebagai keluarga baru...terserah mau berapa lama, kalo udah nanti panggil kami yah gitu. Senangnyaaa luar biasa. Kami ciumi putri kami, dan saya biarkan dia mencari susu ASI yang pertama kali, sungguh otomatis dia bisa mencari sumber ASI dan menikmatinya untuk pertama kali. Terima kasih Tuhan.

Setelah itu, barulah suami telpon ortunya, saudara, saya sms bapak ibu, rekan kerja dekat, teman deket pokoknya kabar-kabari.
Lucunya nih, pada saat hari kelahiran saya dan suami cuman masih punya nama Johanne Kiplesund tapi belum memutuskan nama tengahnya karena ada 2 pilihan nama.
Setelah selesai urusan di rumah sakit, pukul 13 siang, kami bertiga dipindahkan ke hotel rumah sakit tempat untuk tinggal selama 3 hari sebelum pulang ke rumah. Disana fasilitas gratis pun masih diberikan secara komplet.

Minggu, 18 April 2010 sore hari datang berita yang kurang menyenangkan, putri kami terkena penyakit kuning. Sehingga kami musti dipindahkan kembali ke rumah sakit. Saat kami berjalan pindah ke rumah sakit tempat perawatan ibu dan anak, ditemani seorang perawat (suami saat itu kebetulang sedang pulang ke rumah saat perawat meminta kami pindah karena tidak bisa menunggu lagi) saya menangis bombay sepanjang jalan. Bayangkan, suami yang tidak di tempat, orang tua jauh, mertua juga baru aja pulang, sendirian sama bayi kami ditemani perawat yang terus menyemangati saya dalam bahasa norsk bahwa penyakit kuning sudah biasa apalagi untuk bayi dengan ortu campur seperti kami. Sebenarnya batas penyakit kuning si Johanne cukup rendah, tapi mereka tidak mau ambil resiko.

Memasuki kamar baru, pikiran saya sudah pusing , saya pikir putri kami tidak bisa tidur satu ruangan dengan kami (saya ingat seperti itu keponakan saya di Jakarta yang lahir kena kuning juga). Tapi puji Tuhan, cepatnya Tuhan hapus kekawatiran saya, ternyata di Norway alatnya dibawa masuk ke ruangan, jadi kami tinggal 1 ruangan, saya, bayi dan suami yang menunggu. Ketika suami datang dan ketika putri kecil kami mulai disinar dengan hanya memakai popok, trus kacamata untuk melindungi matanya...tangis saya tumpah tak tertahankan. Setiap kali saya melihat putri kami disinar, saya rasanya pengeeen memeluk dia tapi kan ga bisa. Jadi cuman liat dari luar. Efek penyakit kuning jadinya si bayi ini aga malas menyusui, padahal kalo bayi ga nyusu produksi ASI mana berjalan. Jadi cukup berat juga saat itu kami melewati hari-hari dimana putri kami disinar.

Tapi Tuhan tidak pernah meninggalkan umatNya, puji Tuhan hari Senin sore dicek sudah membaik sehingga dilepaslah alatnya. Kami diperbolehkan pulang hari Selasa siang. Justru karena putri kami terkena penyakit kuning inilah kami memutuskan memilih 1 nama dari 2 alternatif pilihan nama tengah yang telah kami siapkan yaitu Aurelia.

Johanne Aurelia Kiplesund nama yang kami berikan untuk putri kami. Johanne artinya anugrah Tuhan, Aurelia artinya adalah emas = golden (bisalah golden kami artikan warna kuning kaan hehehe) Kiplesund adalah nama keluarga suami saya.

Labels: , ,

--------------------oOo--------------------